Senin, 05 Juli 2010

Peran Penting Seorang Ibu Dalam Mendidik Generasi Islam Terbaik

“Kata yang paling indah di bibir umat manusia adalah kata ibu”. Dan panggilan yang paling indah adalah “ibuku”. Ini adalah kata penuh harapan dan cinta, kata manis dan baik yang keluar dari kedalaman hati. Karena seorang ibu patutlah diagungkan berkat jasa, kasih sayang, cinta dan pengorbanan terhadap anaknya.


Rumah tangga seorang ibu muslimah merupakan ruang lingkup terkecil dari bangunan masyarakat islam, dan merupakan pondasi utama yang sangat menentukan keberhasilan dalam mendidik generasi islam yang terbaik. Karena secara langsung maupun tidak langsung, pendidikan itu di mulai dari ruang lingkup keluarga. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (Qs. At-Tahrim : 6).

Ali bin abi thalib menafsirkan, bahwa maksud dari ayat tersebut adalah memerintahkan kita untuk mendidik dan mengajari anak-anak untuk melakukan ketaatan kepada Allah menjauhi kemaksiatan kepada-Nya, dan memerintahkan keluarga untuk senantiasa berdzikir, niscaya Allah menyelamatkan kita dari api neraka.

Dalam mendidik seorang anak haruslah dengan penuh kasih sayang. Pengertian kasih sayang sendiri, menurut Ar-Ragib ialah ”perasaan kasih yang menuntut terwujudnya kebaikan bagi yang di kasihi”. Dan sifat tersebut biasanya cenderung kepada sifat ibu. Sebagaimana dalam mantan hadits Rasulullah SAW : ”Do`a perempuan lebih maqbul dari pada lelaki karena sifat penyayangnya lebih kuat dari pada lelaki. Ketika Rasulullah ditanya akan hal itu, beliau menjawab: ”ibu lebih penyayang dari pada bapak, dan do`a orang penyayang tidak akan sia-sia“.

Seorang ibu adalah orang yang paling banyak diam di rumah dan bergaul dengan anak-anak mereka. Maka berkaitan dengan tanggung jawab ini seorang ibu mempunyai peran khusus. Dalam matan haditsnya Rasulullah bersabda: ”Dan wanita adalah seorang pemelihara bagi rumah tangga suaminya dan anaknya, dan dia akan dimintai pertanggung jawabannya atas mereka”.

Permasalahan disini adalah bagaimana caranya agar seorang ibu benar-benar berperan sebagai pendidik generasi islam yang terbaik. Kita lihat saja pada tujuan pendidikan itu sendiri, diantaranya yaitu:
1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
2. Shohihul Ibadah (Ibadah yang benar)
3. Matinul Khuluq (Akhlaq yang kokoh)
4. Qowiyyul Jismi (Kekuatan jasmani)
5. Mutsaqqful fikri (Intelek dalam berfikir)
6. Mujahadatul Linafsihi (Berjuang melawan hawa nafsu)
7. Harishun 'ala waqtihi (pandai menjaga waktu)
8. Manazhzhamun fi syuunihi (Teratur dalam suatu urusan)
9. Qodirun Alal Kasbi (Memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
10. Nafi'un Lighoirihi (Bermanfaat bagi orang lain)

Dalam kitab Ushulut Tarbiyyatil Islamiyyah wa Asalibuha, 'Abdurrah-man An-Nahlawi mengemukakan Tujuh kiat dalam mendidik anak, yaitu :

1. Dengan Hiwar (Dialog). Mendidik anak dengan dialog merupakan suatu keharusan bagi orang tua. Oleh karena itu kemampuan berdialog mutlak harus ada pada setiap orang tua. Dengan dialog, terjadi pembicaraan dinamis, lebih mudah dipahami dan berkesan. Selain itu, orang tua sendiri akan tahu sejauh mana perkembangan pemikiran dan sikap anaknya.

2. Dengan Kisah. Kisah memiliki fungsi yang sangat penting bagi perkembangan jiwa anak. Suatu kisah bisa menyentuh jiwa dan akan memotivasi anak untuk merubah sikapnya.

3. Dengan Perumpamaan. Al-Qur'an dan al-Hadits banyak sekali mengemukakan perumpamaan. Jika Allah dan Rasul-Nya mengungkapkan perumpamaan, secara tersirat berarti orang tuanya juga harus mendidik anaknya dengan perumpamaan.

4. Dengan Keteladanan. Orang tua merupakan pribadi yang ditiru anak-anaknya. Kalau perilaku orang tua baik, maka anaknya meniru hal-hal yang baik dan bila perilaku orang tuanya buruk, maka anaknya meniru hal-hal buruk. Menurut Dr. Arief Rachman, M.Pd, keteladanan menjadi kunci utama dalam proses pendidikan, tanpa keteladanan pendidikan hanya akan menjadi transfer of knowledge tapi tidak transfer value.

5. Dengan Latihan dan Pengamalan. Tanpa latihan yang dibiasakan, seorang anak akan sulit mengamalkannya ajaran Islam, meskipun ia telah memahaminya. Oleh karena itu seorang Ibu harus menanamkannya kebiasaan yang baik kepada anak-anaknya dan melakukan kontrol agar sang anak disiplin dalam melaksanakan Islam.

6. Dengan 'Ibrah dan Mauizhah. Dari kisah-kisah ajaran, para orang tua bisa mengambil pelajaran untuk anak-anaknya. Begitu pula dengan peristiwa actual, bahkan dari kehidupan makhluk lain banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Memberi nasihat itu tidak selalu harus dengan kata- kata. Melaui kejadian- kejadian tertentu yang menggugah hati, juga bisa menjadi nasihat, seperti menjenguk orang sakit, ta'ziah,pada orang yang mati ziarah kubur dan sebagainya

7. Dengan Targib dan Tarhib. Thargib adalah janji-janji menyenangkan bila seseorang melakukan kebaikan, sedang tarhib adalah ancaman mengerikan bagi orang yang melakukan keburukan.
Ada istilah didikan bukan dadakan. Apa lagi untuk bisa menjadikan anak menjadi waladun shalihun, generasi terbaik, generasi unggulan, tentunya memerlukan perhatian dan kerja keras dari berbagai pihak terutama dalam hal ini adalah peran keluarga, yaitu ayah dan ibu.
Wallahu’alam bishowab

Simaklah kisah dibawah yang berkaitan dengan pendidikan terbaik bagi anak.
Di gedung Hijaz College Islamic Univesity, sekitar 32 kilometer dari kota Birmingham inggris pada bulan Februari 1998, seorang lelaki cilik berusia 7 tahun menjalani ujian doktoral. Lelaki cilik itu datang dari sebuah negeri yang sangat jauh, Iran. Di negerinya sendiri, dia sudah sangat terkenal sejak usianya 5 tahun. Dia sebuah mukjizat abad ke-20.
Setelah ujian selesai, tim penguji memberitahukan bahwa nilai yang berhasil diraih lelaki cilik itu adalah 93. Menurut standar yang ditetapkan Hijaz College Islamic University, peraih nila 60-70 akan diberi serifikat diploma, 70-80 sarjana kehormatan, 80-90 magister kehormatan, dan diatas 90 doktor kehormatan (honoris causa). Tepat pada tanggal 19 Februari 1998, lelaki cilik itu pun menerima ijazah doctor honoris causa dalam bidang “Sains of Retention of The Holly Quran”. Lelaki cilik itu bernama lengkap sayid Muhammad Husein Tabatab’i.

Penuturan sayyid Muhammad Mahdi Tabatab’I, ayahanda Husein, kedisiplinan adalah sifat utama anaknya. Husein secara teratur setiap harinya mengulang-ulang hafalannya. Bahkan setelah berhasil menghafal seluruh al-quran, dia pun mulai secara teratur membaca 1 halaman tafsir quran setiap harinya. Bahkan ayahanda husein berkata: “kami belajar kedisiplinan dari Husein.”

Ayahanda Husein juga memceritakan, “sebelum kelahiran Husein, saya dan ibunya bertekad untuk menghafal Al-quran bersama-sama. Selama hamil dan menyusui, ibunya dalam sehari membaca minimal 1 juz Al-quran.”

Penuturan Ibunda Husein kepada majalah Ashena bulan juni 1998 menuturkan sebagai berikut: “Selama masa kehamilan, saya selalu berdoa kepada Allah agar dikaruniai anak yang shaleh dan pintar. Ketika Husein lahir, saya selalu berwudlu dulu sebelum menyusuinya. Saya juga sangat rajin pergi ke masjid dan membaca Al-quran. Akar dari kebahagiaan atau kesengsaraan anak berawal dari ibunya. Keimanan dan amal-amal saleh ibu sangat berperan dalam pendidikan anak. Saya selama hamil selalu berusaha menghafal, membaca dan memahami Al-quran untuknya. Saya juga mengajaknya ke kelas-kelas Al-quran dimana saya menjadi pengajarnya. Saya meyakini bahwa segala kegiatan saya yang terkait Al-quran telah memberi pengaruh besar kepada Husein. Selain itu saya juga menjauhi acara-acara yang dapat memberikan pengaruh tidak baik bagi pertumbuhan Husein atau berbagai bentuk perilaku yang tidak islami akan mengeraskan hati kita.”

Nasehat Dan Fatwa Menuju Hidup Bahagia Ibnu Hajar Al- ‘Asqalani
Khalifah Umar bin Khattab r.a :
“Barang siapa yang menghindari bicara berlebih-lebihan, ia akan memperoleh sikap bijaksana. Barang siapa yang menghindari melihat berlebih-lebihan, ia akan memperoleh qalbu yang khusyu. Barang siapa yang menghindari makan yang berlebih-lebihan, ia akan memperoleh kelezatan beribadah. Barang siapa yang menghindari tertawa berlebih-lebihan, ia akan memperoleh wibawa. Barang siapa menghindari lelucon yang berlebih-lebihan, ia akan memperoleh keagungan. Barang siapa yang menghindari cinta berlebih-lebihan terhadap keduniawian, ia akan memperoleh rasa cinta akhirat. Barang siapa yang menghindari kesibukan meneliti kesalahan orang lain, kemawasan dirinya akan meningkat . Barang siapa yang menghindari pertanyaan tentang bagaimana Allah SWT, ia akan terbebas dari sifat munafik.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger